Senin, 16 Mei 2011

Guru non Profesional sebagai Penyedia Suplemen Belajar


Topik: Dinamika mengajar pada pengajar yang bukan profesional
Judul: “Guru non Profesional sebagai Penyedia Suplemen Belajar”



I. PERENCANAAN 


Pendahuluan
Kami membahas topik ini karena kami tertarik untuk mengulas kinerja guru nonprofesional yang mulai memperlihatkan peningkatan cukup signifikan. Sehingga anggapan bahwa pengajar tanpa ijazah kurang mampu dalam mengajar sudah mulai lenyap. Faktanya para pengajar nonprofesional ini banyak di pekerjakan untuk membimbing para peserta didik yang ingin mendapat bimbingan lebih intensif dibandingkan di sekolah.
 Walaupun materi yang diajarkan di sekolah dengan di les tambahan cenderung sama. Namun para peserta didik yang menjalani les tambahan dengan yang tidak, kemungkinan akan mengalami perbedaan dalam mengatur dan memanfaatkan ilmu yang didapatkannya. Di les tambahan metode yang digunakan biasanya akan lebih efektif untuk memberikan penjelasan hingga si murid benar – benar paham.
     Les privat ataupun layanan diskusi yang diberikan oleh bimbingan belajar, terbukti sangat membantu para siswa untuk mengatur informasi yang didapatnya serta mengerti pelajaran yang dirasanya sulit dimengerti, hal ini karena metode diskusi terasa lebih intensif dan perhatian pengajar akan tertuju pada satu atau beberapa orang yang hanya dalam jumlah sedikit. Hal seperti ini sulit ditemukan di sekolah, karena biasanya para guru akan memiliki banyak sekali tugas setelah mereka keluar kelas.
       Apalagi les tambahan tersebut biasanya didukung dengan fasilitas yang lebih daripada fasilitas sekolah berstandart non-internasional. Keadaan kelas yang lebih friendly dan nyaman akan membantu para siswa untuk mengulang kembali pelajaran yang telah didapatkannya di sekolah.

Landasan teori
       Dalam pembahasan tugas proyek ini kami menggunakan teori konstruktivisme oleh John Dewey dan James William, teori memory (encoded, penyimpanan, dan pengambilan informasi) sebagai landasan teori kami mengulas tema yang akan kami angkat.
      Konstruktivisme adalah Pendekatan pembelajaran yang menekan agar individu secara aktif membangun pemahaman dan pengetahuan. Metode konstruktivisme ini tidak akan memaksa anak hanya sekedar menghapal informasi yang diberikan, tetapi juga membangun pengetahuan dan pemahaman materi pelajaran. Hal ini berkaitan dengan permasalahan yang kami ulas, yaitu peran guru nonprofesional sebagai penyedia suplemen belajar. Dalam hal ini bukan berarti kinerja sekolah dan guru profesional kurang baik. Hanya saja, para murid tetap memerlukan pembimbing di luar kelas untuk memandunya memahami pelajaran yang ada. Karena pada umumnya, guru – guru di sekolah memberikan informasi atau pelajaran sesuai dengan pembahasan umum yang belum tentu sesuai dengan pemikiran muridnya. Terlebih lagi, terbatasnya waktu para guru profesional untuk berdiskusi dengan muridnya yang banyak. Untuk menghindari adanya salah paham saat murid membangun pengetahuannya sendiri dalam memahami pelajaran, maka dibutuhkan pengajar les tambahan, yang biasanya merupakan pengajar nonprofesional (tidak memiliki ijazah guru)
    Teori memori, encoded, penyimpanan, dan pengambilan. Butuh strategi khusus untuk mempertahankan informasi yang diberikan. Guru nonprofesional biasanya menyediakan cara untuk gampang memahami suatu pelajaran, menyimpannya dengan metode yang dikemas menarik, sehingga informasi akan bertahan lebih lama. Beberapa bimbingan belajar menyediakan metode mnemonic yang unik dan menyenangkan. Disini terlihat jelas tuntutan kreativitas pada guru nonprofesional. Dengan panduan guru les, para murid bisa secara intensif mengulang untuk memahami pelajaran yang didapatkannya di sekolah.

Alat dan bahan :
      1.  Alat tulis
      2.  Laptop
      3.  Daftar pertanyaan untuk wawancara

Analisis data: Metode wawancara
    Kami menggunakan metode wawancara untuk mengumpulkan informasi pada tugas proyek ini. Dengan beberapa pertanyaan yang mengarahkan penjelasan guru nonprofesional tentang kinerjanya dan metode pengajaran yang digunakan. Serta untuk memperoleh pandangan peserta les tambahan (bimbel/ les privat) tentang kinerja guru nonprofesional.

List pertanyaan:  
Pertanyaan untuk Guru
  1. Perkenalan
  2. Dasar pendidikan
  3. Sudah berapa lama menjadi pengajar les tambahan?
  4. Alasan apa yang memotivasi Anda untuk mengajar?
  5. Apakah ada kesulitan yang pernah Anda alami selama menjadi pengajar les tambahan? Jika ada, bisa dijelaskan?
  6. Upaya apa yang Anda lakukan untuk menghadapi kesulitan tersebut?
  7. Apakah ada program tertentu yang anda jalankan untuk mendidik siswa anda?
  8. Bagaimana cara mengajar yang efektif menurut Anda?
  9.  Apakah siswa yang anda ajari mengalami peningkatan dalam bidang akademis ataupun bidang lainnya?

Pertanyaan untuk peserta les tambahan
  1. Bisa perkenalkan diri Anda?
  2. Sekarang Anda beraktivitas sebagai?
  3. Apakah Anda pernah/sedang menjalani pendidikan dengan guru nonprofesional? kalau pernah kapan    dan berapa lama? serta dimana?
  4. Apa pendapat Anda tentang kinerja guru nonprofesional?
  5. Adakah manfaat yang Anda rasakan?
  6. Adakah perbedaan antara sebelum dengan sesudah Anda menjalani pendidikan nonformal? Jika ada, sejauh apa perbedaannya? Bisakah Anda menggambarkannya dalam beberapa kalimat?
  7. Apakah Anda setuju, jika guru les tambahan yang merupakan guru non profesional dikatakan sebagai penyedia suplemen belajar?


Objek penelitian:
       -   Guru nonprofesional
       -   Murid yang menjalani les tambahan

Subjek: kelompok:
       -   Zukhrini Khalish N
       -   Rizka Aini
       -  Arwiyana Dewi
                                   
Jadwal
Mulai : 28 April 
28 April:  Melakukan perencanaan meliputi, pemilihan topik, judul, dll
30 April: Menentukan objek observasi dan membuat janji wawancara
1-2 Mei: Studi pustaka untuk landasan teori
3- 9 Mei : Mulai wawancara dan pencarian data
10 Mei : Konsultasi ke dosen pengampu
11 - 15  Mei: Penyusunan laporan kerja
16 - 17 Mei    : Penyelesaiaan akhir; evaluasi ; Pembuatan Poster dan Posting

Biaya Penelitian :
Transportasi     :   Rp 10.000,-



II. PELAKSANAAN

Mulai : 28 April 2011 at 13.00
  • 28 April:  Melakukan perencanaan meliputi, pemilihan topik, judul, dll
  • 4 Mei : Menentukan objek observasi dan membuat janji wawancara
  • 6 Mei : Wawancara dengan objek yang pernah/sedang menjalani les tambahan bernama Fahri via chat dan e-mail
  • 9 Mei '11 at 10.30 - 10.40 : Wawancara dengan guru non profesional bernama Irma Aulia, berlokasi di kampus Fakultas Psikologi USU dan penyusunan kembali perencanaan.
  • 14 Mei at 19.00 - 21.00 : Wawancara dengan guru non profesional bernama Sarmila, berlokasi di Jl. Bidan, Lubuk Pakam dan guru non profesional bernama Intan berlokasi di Jl. Raudha
  • 15 Mei : Perampungan berkas perencanaan dan laporan pelaksanaan

  • 16 Mei : Penyelesaian poster dan posting blog


Hasil wawancara


Wawancara dengan orang yang sedang/pernah menjalani les tambahan dengan guru nonprofesional

Orang yang kami wawancarai pertama bernama Fahri Ramadhan, dia adalah mahasiswa di Fakultas Keperawatan USU, D3. Pria kelahiran 11 November 1992 ini mengaku pernah menjalani les tambahan dengan guru non profesional (guru tanpa ijazah guru) sekitar tahun 2007 selama 3 bulan di Pagar Merbau. Menurutnya, guru tersebut cukup berkopeten dala mengajar dan tidak kalah dibandingkan dengan guru profesional. Dia juga mengakui, banyak manfaat yang didapatkanya dari kinerja pegajaran guru tersebut. Berikut adalah pengakuannya tentang hasil belajarnya setelah menjalani les, 
                                   

Tanggal 9 mei 2011 jam 10.30 selesai jam 10.45
Wawancara dengak guru non Profesional
     
           1. Irma Auliah
            Wanita yang kami wawancarai pada hari senin ini adalah mahasiswi Fakultas Psikologi stambuk 2007, bernama Irma Auliah. Kini dia tengah menjalani kuliah semester delapannya. Wanita jilbaber ini sudah mengajar les sejak semester 5 dan masih berlangsung hingga sekarang. Murid – muridnya adalah anak sekolah dasar. Dengan motivasi agar dapat memepergunakan waktu luang, dan mencari tambahan finansial, wanita ini membagikan sedikit ilmunya di bidang bahasa Inggris kepada para anak – anak didiknya. Pekerjaan yang dijalainya pun tidak selalu mulus, ada beberapa kesulitan yang dialaminya seperti; ketika muridnya sedang tidak mood, maka pelajaran akan sedikit terganggu karena hal tersebut. Tetapi, layaknya guru profesional bertangan dingin, dia mampu mengatasi kesulitan tersebut dengan menarik perhatian si anak menggunakan game edukatif serta meberi kuis yang memiliki reward. Cara ini cukup manjur untuk menarik perhatian si anak dan mau belajar lagi. Metodenya dalam mengajar pun sedikit berbeda dengan guru formal, karena anak – anak tidak hanya dipaksa untuk mengerti materi, tetapi diajak untuk mengerti materi pelajaran dengan menerapkannya ke kehidupan sehari – hari melalui games. Menurutnya pembelajaran itu akan efektif bila terjadi kontak dua arah antara murid dan pengajar, sehingga timbullah suasana yang dinamis. Hal itu bisa memotivasi siswa untuk belajar. Murid – murid les-nya pun menunjukkan perkembangan yang baik, dan terlihat perbedaan ke arah positif antara sebelum dengan sesudah les.
      
          2. Sumila, SPdi
Ibu muda ini mengawali karirnya sebagai guru les privat mulai dari kelas 1 SMA, pada tahun 2000 silam. Beliau bertempat tinggal di Jl. Bidan, Lubukpakam. Mengajar sejak umur semuda itu hingga sepuluh tahun lamanya, merupakan pengalaman yang berharga baginya. Namun tidak lama ini, beliau memutuskan rehat sebentar dan fokus untuk mengurus anaknya yang kini hampir mengijak usia 1 tahun. Sekitar 7 tahun beliau mengajar les tanpa ijazah guru. Hal yang memotivasinya adalah, untuk membantu orang tua anak – anak tersebut dalam mengawasi anaknya belajar, serta membantu orang tuanya dalam hal finansial. Cara mengajar beliau juga berbeda dengan guru profesional. Karena murid diperlakukan secara subjektif, bukan secara objektif. Murid yang hanya dalam jumlah sedikit, memungkinkan perhatian guru untuk terfokus padanya, sehingga murid bisa belajar lebih semangat dan mendapatkan pemahaman yang cukup. Cara mengajarnya pun disesuaikan dengan tingkat pemahaman si anak.
      
       3. Nur intan
Menurut mahasiswi jurusan STIKES di Medistra ini, cara mengajar yang efektif adalah ketika pengajar bisa memotivasi muridnya agar mau belajar. Karena kondisi murid yang berbeda – beda, maka pengajar dituntut untuk bersabar. Intan mulai mengajar sejak SMA, dia mengajar untuk membantu orang tua murid yang mengalami kesulitan dalam mengawasi anaknya belajar. Mahasiswi yang sedang menjalani semester dua-nya ini mengajar les hanya sekedar untuk membantu mengawasi anak tersebut belajar. Terbukti, dengan les tambahan, yang diberikan Intan, anak SMP yang tadinya terancam tinggal kelas, bisa terbantu sedikit. Karena anak itu sudah mau belajar meski tidak dipaksa lagi.


Laporan
Kami telah melakukan wawancara dengan tiga guru non profesional untuk diambil keterangan tentang kinerja mereka selama mengajar sebagai guru les tambahan. Data diambil untuk membuktikan bahwa kinerja guru non profesional dapat dikatakan cukup mampu dala hal mengajar. Ditunjukkan dengan salah satunya pengakuan dari seorang yang pernah menjalani les tambahan dengan guru non profesional dan merasakan manfaatnya dengan jelas.

Kesimpulan
- Guru non profesional bisa dikatakan sebagai penyedia suplemen belajar dan tidak kalah dengan guru non profesional.
- Mereka membantu anak untuk memahami apa yang mereka pelajari di sekolah, sehingga si anak dapat merealisasikan ilmu yang didapatkannya dalam kehidupan sehari – hari bukan hanya sekedar untuk persediaan ujian.
- Dengan adanya guru – guru non profesional ini, dapat membantu orang tua untuk mengawasi anak – anaknya ketika belajar di rumah ataupun di les bimbingan. 
- Guru non profesional ini secara tidak sadar telah menerapkan konsep konstruktivism
- Dengan cara yang mengajar yang subjektif, murid akan mudah menerima pelajaran. Karena cara penyampaian disesuaikan dengan kondisi anak tersebut

Evaluasi
            Tugas proyek ini masih jauh dari kata sempurna. Banyak kekurangan dari tugas ini. Beberapa diantaranya, metode wawancara kami yang terkesan masih sangat awam. Dan mungkin di laporan kami yang belum bisa memenuhi kriteria yang diinginkan oleh dosen pengampu. Waktu yang tidak sesuai antara pelaksanaan dengan waktu yang sudah direncanakan, dikarenakan kelalaian pribadi maupun  keadaan situasi yang tidak memungkinkan.



Daftar Pustaka:
Santrock, John.W. Psikologi PendidikanEdisi kedua. Jakarta : Kencana.2010

Selasa, 03 Mei 2011

ANDRAGOGI DAN PEDAGOGI

Pedagogi mengandung arti memimpin anak-anak atau diartikan secara khusus sebagai "suatu ilmu dan seni mengajar kanak-kanak".

Untuk memahami perbedaan antara pengertian pedagogi dengan pengertian andragogi yang telah dikemukakan, harus dilihat terlebih dahulu empat perbedaan mendasar, yaitu :
1. Citra Diri
Citra diri seorang anak-anak adalah bahwa dirinya tergantung pada orang lain. Pada saat anak itu menjadi dewasa, ia menjadi kian sadar dan merasa bahwa ia dapat membuat keputusan untuk dirinya sendiri. Perubahan dari citra ketergantungan kepada orang lain menjadi citra mandiri. Hal ini disebut sebagai pencapaian tingkat kematangan psikologis atau tahap masa dewasa. Dengan demikian, orang yang telah mencapai masa dewasa akan berkecil hati apabila diperlakukan sebagai anak-anak. Dalam masa dewasa ini, seseorang telah memiliki kemauan untuk mengarahkan diri sendiri untuk belajar. Dorongan hati untuk belajar terus berkembang dan seringkali justru berkembang sedemikian kuat untuk terus melanjutkan proses belajarnya tanpa batas. Implikasi dari keadaan tersebut adalah dalam hal hubungan antara guru dan murid. Pada proses andragogi, hubungan itu bersifat timbal balik dan saling membantu. Pada proses pedagogi, hubungan itu lebih ditentukan oleh guru dan bersifat mengarah.
2. Pengalaman
Orang dewasa dalam hidupnya mempunyai banyak pengalaman yang sangat beraneka. Pada anak-anak, pengalaman itu justru hal yang baru sama sekali.Anak-anak memang mengalami banyak hal, namun belum berlangsung sedemikian sering. Dalam pendekatan proses andragogi, pengalaman orang dewasa justru dianggap sebagai sumber belajar yang sangat kaya. Dalam pendekatan proses pedagogi, pengalaman itu justru dialihkan dari pihak guru ke pihak murid. Sebagian besar proses belajar dalam pendekatan pedagogi, karena itu, dilaksanakan dengan cara-cara komunikasi satu arah, seperti ; ceramah, penguasaan kemampuan membaca dan sebagainya. Pada proses andragogi, cara-cara yang ditempuh lebih bersifat diskusi kelompok, simulasi, permainan peran dan lain-lain. Dalam proses seperti itu, maka semua pengalaman peserta didik dapat didayagunakan sebagai sumber belajar.
3. Kesiapan Belajar
Perbedaan ketiga antara pedagogi dan andragogi adalah dalam hal pemilihan isi pelajaran. Dalam pendekatan pedagogi, gurulah yang memutuskan isi pelajaran dan bertanggung jawab terhadap proses pemilihannya, serta kapan waktu hal tersebut akan diajarkan. Dalam pendekatan andragogi, peserta didiklah yang memutuskan apa yang akan dipelajarinya berdasarkan kebutuhannya sendiri. Guru sebagai fasilitator.
4. Nirwana Waktu dan Arah Belajar
Pendidikan seringkali dipandang sebagai upaya mempersiapkan anak didik untuk masa depan. Dalam pendekatan andragogi, belajar dipandang sebagai suatu proses pemecahan masalah ketimbang sebagai proses pemberian mata pelajaran tertentu. Karena itu, andragogi merupakan suatu proses penemuan dan pemecahan masalah nyata pada masa kini. Arah pencapaiannya adalah penemuan suatu situasi yang lebih baik, suatu tujuan yang sengaja diciptakan, suatu pengalaman pribadi, suatu pengalaman kolektif atau suatu kemungkinan pengembangan berdasarkan kenyataan yang ada saat ini. Untuk menemukan "dimana kita sekarang" dan "kemana kita akan pergi", itulah pusat kegiatan dalam proses andragogi. Maka belajar dalam pendekatan andragogi adalah berarti "memecahkan masalah hari ini", sedangkan pada pendekatan pedagogi, belajar itu justru merupakan proses pengumpulan informasi yang sedang dipelajari yang akan digunakan suatu waktu kelak.